Senin, 02 Februari 2009

Pembangunan Perpustakaan di Indonesia

PENDAHULUAN

Mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana diamanatkan dan dirumuskan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tujuan pembangunan nasional adalah komitmen seluruh masyarakat. Pencapaianya perlu ditangan secara utuh dan komprehensif baik di tingkat pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.
Perpustakaan dalam peningkatan kualitas manusia Indonesia memiliki peranan yang cukup strategis. Peranan perpustakaan tersebut diperkuat dengan core business perpustakaan itu sendiri dengan fokus pada pengumpulan, pengelolaan, pelestarian dan penyebarluasan informasi dan ilmu pengetahuan yang demokratis dengan tujuan membentuk dan membangun masyarakat yang berbudaya ilmiah, inovatif dan kreatif.
Perpustakaan sebagai wahana belajar sepanjang hayat juga dipertegas dalam fungsi dan peranannya sebagaimana dijelaskan dalam UU No. 43/2007 tentang Perpustakaan pada Bab I pasal (1), yaitu perpustakaan adalah institusi pengelola karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi dan rekreasi para pemustaka atau masyarakat.
Sebagai perwujudan dari amanah Undang-undang perpustakaan di atas, cukup jelas bahwa lembaga perpustakaan harus dikelola secara profesional sesuai dengan standar nasional perpustakaan, termasuk diantaranya adalah PUSTAKAWAN sebagai profesi yang memiliki tugas dan tanggungjawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan sebagaimana telah dilegalisasi juga peranannya sebagai Jabatan Fungsional Pustakawan melalui Kepmenpan No. 33 tahun 1998 dan No. 132/KEP/M.PAN/12/2002.
Melalui pelimpahan urusan antara pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota sebagai implementatif dari sistem desentralisasi dan otonomi daerah melalui UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP 38/2007 tentang Pembagian Urusan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, maka secara otomatis masalah urusan penyelenggaraan perpustakaan telah menjadi urusan wajib pemerintah daerah yang bersangkutan.

HAK MASYARAKAT, KEWAJIBAN DAN WEWENANGAN PEMERINTAH DI BIDANG PERPUSTAKAAN

A. Hak Masyarakat
Penyelenggaran perpustakaan merupakan urusan wajib pemerintah sebagai kebutuhan dasar yang harus diberikan kepada kepada masyarakat. Pada Bab II bagian kesatu pasal 5, Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan menjelaskan bahwa hak masyarakat terhadap layanan perpustakaan, sebagai berikut:
1. Ayat (1) masyarakat mempunyai hak yang sama untuk: (a) memperoleh layanan serta memanfaatkan dan mendayagunakan fasilitas perpustakaan; (b) mengusulkan keanggotaan Dewan Pepustakaan; (c) mendirikan dan/atau menyelenggarakan perpustakaan; (d) berperan serta dalam pengawasan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan perpustakaan.
2. Ayat (2) masyarakat di daerah terpencil, terisolasi atau terbelakang sebagai akibat faktor geografis berhak memperoleh layanan perpustakaan secara khusus.
3. Ayat (3) masyarakat yang memiliki cacat dan/atau kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh layanan perpustakaan yang disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan masing-masing.

B. Kewajiban Pemerintah
1. mengembangkan sistem nasional perpustakaan sebagai upaya mendukung sistem pendidikan nasional;
2. menjamin kelangsungan penyelenggaraan dan pengelolaan perpustakaan sebagai pusat sumber belajar masyarakat;
3. menjamin ketersediaan layanan perpustakaan secara merata di tanah air;
4. menjamin ketersediaan keragaman koleksi perpustakaan melalui terjemahan (translasi), alih aksara (transliterasi), alih suara ke tulisan (transkripsi), dan alih media (transmedia);
5. menggalakkan promosi gemar membaca dan memanfaatkan perpustakaan;
6. meningkatkan kualitas dan kuantitas koleksi perpustakaan;
7. membina dan mengembangkan kompetensi, profesionalitas pustakawan, dan tenaga teknis perpustakaan;
8. mengembangkan Perpustakaan Nasioanal; dan
9. memberikan penghargaan kepada setiap orang yang menyimpan, merawat dan melestarikan naskah kuno.

C. Kewajiban Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota
1. menjamin penyelenggaraan dan pengembangan perpustakaan di daerah;
2. menjamin ketersediaan layanan perpustakaan secara merata di wilayah masing-masing;
3. menjamin kelangsungan penyelenggaraan dan pengelolaan perpustakaan sebagai pusat sumber belajar masyarakat;
4. menggalakkan promosi gemar membaca dengan memanfaatkan perpustakaan;
5. menfasilitasi penyelenggaraan perpustakaan di daerah; dan
6. menyelenggarakan dan mengembangkan perpustakaan umum daerah berdasar kekhasan daerah sebagai pusat penelitian dan rujukan tentang kekayaan budaya daerah di wilayahnya.
D. Wewenang Pemerintah
1. menetapkan kebijakan nasional dalam pembinaan dan pengembangan semua jenis perpustakaan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
2. mengatur, mengawasi dan mengevaluasi penyelenggaraan dan pengelolaan perpustakaan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan
3. mengalih mediakan naskah kuno yang dimiliki oleh masyarakat untuk dilestarikan dan didayagunakan.

E. Wewenang Pemerintah Daerah
1. menetapkan kebijakan daerah dalam pembinaan dan pengembangan perpustakaan di wilayah masing-masing;
2. mengatur, mengawasi dan mengevaluasi penyelenggaraan dan pengelolaan perpustakaan di wilayah masing-masing; dan
3. mengalihmediakan naskah kuno yang dimiliki oleh masyarakat di wilayah masing-masing untuk dilestarikan dan didayagunakan.

JENIS-JENIS PERPUSTAKAAN YANG DIKEMBANGKAN
Pembinaan dan pengembangan perpustakaan di seluruh wilayah tanah air terakomodasi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004-2009, bahwa pencapaian pembangunan di bidang perpustakaan akan dicapai melalui langkah strategis program nasional yaitu Pengembangan Budaya Baca dan Pembinaan Perpustakaan. Pencapaian program ini tentu bukan hanya menjadi tanggungjawab Perpustakaan Nasional RI sebagai pemerintah akan tetapi juga menjadi tanggungjawab Badan/Kantor Perpustakaan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai satu kesatuan sistem pembangunan nasional.
Berdasarkan Undang-undang perpustakaan, jenis-jenis perpustakaan yang harus dibina dan dikembangkan disemua strata masyarakat, antara lain:
1. Perpustakaan Nasional. Merupkan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang melaksanakan tugas pemerintah dalam bidang perpustakaan dan berkedudukan di ibu kota negara.
2. Perpustakaan Umum. Diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, kecamatan, dan desa, serta dapat diselenggarakan oleh masyarakat.
3. Perpustakaan Sekolah/Madrasah. Setiap sekolah/madrasah menyelenggarakan perpustakaan yang memenuhi standar nasional perpustakaan dengan memperhatikan Standar Nasional Pendidikan.
4. Perpustakaan Perguruan Tinggi. Menyelenggarakan perpustakaan yang memenuhi standar nasional perpustakaan dengan memperhatikan Standar Nasional Pendidikan.
5. Perpustakaan Khusus. Memberikan layanan kepada pemustaka di lingkungannya dan secara terbatas memberikan layanan kepada pemustaka di luar lingkungannya.
Berdasarkan data Pusat Pengembangan Perpustakaan dan Pengkajian Minat Baca, Perpustakaan Nasional RI tahun 2008, keberadaan dan perkembangan perpustakaan masih belum optimal. Disisi lain, kondisi perpustakaan yang sudah memberikan layanan juga belum ditangani dan dikelola secara profesional baik dari segi koleksi, sarana dan prasarana maupun sumberdaya manusia perpustakaan sebagai pengelola perpustakaan.
Secara umum keberadaan semua jenis perpustakaan masih tergolong terbatas dan baru mencapai 5%, yang terdiri dari: perpustakaan sekolah baru mencapai 71.716 dari 174.256 sekolah (41%), perpustakaan MI sebanyak 6.716 dari 23.164 sekolah (28%), perpustakaan SMP sebanyak 19.752 dari 42.440 sekolah (47%), perpustakaan SMA sebanyak 12.062 dari 23.577 sekolah (51%), perpustakaan MTs sebanyak 5.634 dari 11.706 sekolah (48%), perpustakaan MA sebanyak 2.719 dari 17.792 sekolah (15%), perpustakaan perguruan tinggi 2.428 dari 2.773 perguruan tinggi (88%), perpustakaan desa/kelurahan sebanyak 781 dari 69.919 desa/kelurahan (1%), perpustakaan umum kabupaten/kota sebanyak 250 dari 440 kabupaten/kota (57%) dan perpustakaan provinsi sebanyak 31 dari 33 provinsi (94%).

BAGAIMANA KONDISI PUSTAKAWAN DI INDONESIA ?

Pustakawan sebagai profesi terdepan dalam mengemban fungsi perwujudan masyarakat informasi dan berbudaya ilmiah memerlukan kualitas dan kuantitas agar tercapai keselarasan antara permintaan dan layanan perpustakaan. Secara umum Kualitas dan kuantitas tenaga perpustakaan di seluruh jenis perpustakaan di Indonesia belum proporsional dan memadai.
Dari 27.964 orang tenaga perpustakaan yang berstatus pustakawan sebanyak 2.963 orang. Kompetensi dalam bidang perpustakaan relatif rendah, yaitu 24% atau 6.900 orang sudah mengikuti pendidikan dan pelatihan bidang perpustakaan. Sejumlah 76% atau 21.041 orang belum pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan bidang perpustakaan.
kuantitas pustakawan di Indonesia masih belum representatif apabila dibanding dengan jumlah penduduk ± 210 juta dan luas wilayah ± 19 juta m2. Rasio pustakawan dengan jumlah penduduk baru mencapai 1 : 70.874. Artinya, dengan 1 (satu) orang sumber daya manusia (pustakawan) melayani 70.874 orang masyarakat.
Permasalahan yang lain, berdasarkan latar belakang pendidikan dari 2.963 pustakawan yang tersebar diseluruh jenis perpustakaan baru 1.402 orang pejabat fungsional pustakawan yang berpendidikan formal ilmu perpustakaan.
Masih belum optimalnya kualitas dan kuantitas pustakawan serta ketidak populeran frofesi pustakawan di masyarakat diakibatkan faktor-faktor yang saling berhubungan, sebagai berikut:
1. Masih rendahnya minat generasi muda menggeluti ilmu perpustakaan di perguruan tinggi;
2. Ketergantungan pustakawan pada birokrat;
3. Kurangnya percaya diri pada pustakawan;
4. Perkembangan teknololi informasi dan komunikasi masih belum diimbangi dengan peningkatan kemampuan pustakawan;
5. Belum maksimalnya kerjasama dengan lembaga terkait
6. Minimnya apresiasi terhadap profesi pustakawan termasuk pada tingkat otoritas daerah maupun masyarakat
7. Belum memadainya tunjangan jabatan fungsional pustakawan
8. Kurangnya penghargaan terhadap pustakawan di kalangan pendidik dan peneliti

PERANAN PERPUSTAKAAN DAERAH DALAM PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN PUSTAKAWAN
Tidak ada satupun perpustakaan di dunia ini dapat berhasil jika tidak didukung oleh sumber daya manusia yang profesional dibidangnya. Sebagai salah satu aspek terpenting menjalankan roda kelembagaan perpustakaan, Pustakawan perlu dibina dan dikembangkan terus menerus kearah profesional yang memiliki kompetensi baik dalam penguasaan ilmu pengetehauan dan teknologi maupun kemampuan lainnya yang berhubungan dengan tugas pokok dan fungsi pustakawan itu sendiri melalui jalur pendidikan formal dan pendidikan dan pelatihan teknis.
Berdasarkan UU No. 43/2007 pasal 33 menjelaskan bahwa; (1) pendidikan untuk pembinaan dan pengembangan tenaga perpustakaan merupakan tangungjawab penyelenggara perpustakaan; (2) pendidikan untuk pembinaan dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui pendidikan formal dan/atau non formal; (3) pendidikan untuk pembinaan dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui kerjasama Perpustakaan Nasional, perpustakaan umum provinsi, dan/atau perpustakaan umum kabupaten/kota dengan organisasi profesi, atau dengan lembaga pendidikan dan pelatihan.
Berdasarkan penjelasan di atas, upaya pembinaan dan pengembangan pustakawan menjadi kewenangan dan urusan masing-masing daerah. Karena itu, Badan/Kantor Perpustakaan Provinsi dan Kabupaten/Kota perlu memberikan grand design pengembangan pustakawan di daerah masing-masing sehingga kekurang dan kelemahan pustakawan di daerah masing-masing dapat tertangani dengan proporsional.
Peranan pemerintah daerah dalam pembinaan dan pengembangan kualitas pustakawan sangat strategis dalam menanggulangi krisis pustakawan di negeri ini. Upaya-upaya yang dapat ditempuh adalah:
1. Peningkatan jumlah (kuantitas) Pustakawan
Kebijakan daerah terhadap formasi Pustakawaan di daerah masing-masing melalui Peraturan Daerah atau persetujuan Gubernur/Bupati/Walikota. Secara teknis, penambahan jumlah pustakawan dapat juga dilakukan dengan kerjasama antara pemerintah daerah dengan perguruan tinggi yang mengelola program studi ilmu perpustakaan dengan memberikan beasiswa kepada siswa SLTA dan Pegawai yang berprestasi dan berminat untuk diangkat jadi pustakawan.
2. Peningkatan mutu (kualitas) Pustakawan
Sebagaimana dipaparkan sebelumnya, kondisi pustakawan Indonesia masih kondisi yang belum optimal khususnya dalam mutu atau kualitas. Oleh karena itu, pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dipandang perlu melakukan pembinaan dan pengembangan mutu pustakawan melalu peningkatan kompetensi dan profesionalitas pustakawan sebagai sumber daya perpustakaan. Peningkatan kompetensi dan profesionalitas ini dapat dilakukan dengan:
A. Pendidikan Formal. Kerjasama melalui lembaga perguruan tinggi yang mengelola program pendidikan ilmu perpustakaan tingkat D2, D3, S1, S2 dam S3.
B. Pendidikan dan Pelatihan Teknis. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan teknis bidang perpustakaan dan substansi lainnya. Pelaksanaan diklat ini dapat dilakukan dengan sistem swakelola leh Badan/Kantor Perpustakaan Provinsi dan Kabupaten/Kota dan kerjasama dengan Perpustakaan Nasional di Jakarta.
C. Diklat Fungsional. Melaksanakan diklat fungsional berjenjang dan tidak berjenjang sesuai dengan kewenangan yang diberikan antara Perpustakaan Nasional dengan Badan/Kantor Perpustakaan Provinsi dan Kabupaten/Kota.
D. Magang. Memberikana kesempatan kepada pustakawan untuk magang di dalam dan luar negeri dibidang perpustakaan.
E. Riset. Meningkatkan kegiatan penelitian dan pengkajian dikalangan pustakawan yang difasilitasi oleh pemerintah daerah.

3. Peningkatan Kesejahteraan
Belum memadainya tunjangan fungsional pustakawan juga berpengaruh terhadap kinerja pustakawan itu sendiri. Dengan otonomi daerah, kewenangan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan pustakawaan sangat dapat dimungkinkan. Oleh karena itu, Badan/Kantor Perpustakaan Provinsi dan Kabupaten/Kota dapat mengusulkan kepada otoritas daerah; gubernur dan legislatif, agar dapat memperhatikan kesejahteraan fungsional pustakawan sesuai dengan kemampuan keuangan dpemerintah daerah masing-masing.

PENUTUP
Semenjak sistem pemerintahan menjadi desentralisasi dan otonomi daerah, upaya pembinaan dan pengembagan Jabatan Fungsional Pustakawan tidak lagi menjadi wewenang pemerintah atau Perpustakaan Nasional. Sangat dimungkinkan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota melalui Badan/Kantor Perpustakaan Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk lebih optimal untuk membina dan mengembangkan pustakawan di daerah masing-masing.
Berangkat dari kondisi pustakawan yang belum proporsional dan profesional diharapkan adanya program sinergi antara Perpustakaan Nasional, Departemen/Lembaga, perguruan tinggi, Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota baik dalam peningkatan profesional maupun kompetensi serta peningkatan kuantitas pustakawan di daerah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar